Powered By Blogger

Rabu, 27 September 2017

KEGALAUAN MERANTAU

Apa benar kita merasa sudah melepas beban orangtua dengan merantau? Berusaha tak sering pulang agar tak merepotkan mereka?

Diantara kita pasti ada yg pernah berpikiran begitu, tp itu wajar. Toh, masing² kita punya pilihan untuk itu.

Tapi pernahkah berpikir, apa yg sebenarnya ibu dan ayah pikirkan tentang kita di rumah sana?

Mungkin, di setiap malam di setiap sujud, orangtua kita selalu membasahi sejadahnya berharap akan keselematan kita di perantauan.

 Berharap kita mendapat makan yg baik agar tubuh kita tetap sehat. Padahal makan mereka pun belum tentu makanan terbaik.

Memikirkan apakah bekal kita cukup untuk hidup jauh tanpa orangtua? Sembari mencarikan tambahan penghasilan lain dengan cucuran keringat tiada henti.

Bahkan sebagian kita mungkin merasa kesal ketika orangtua selalu saja menelpon di setiap kesibukan. Menjawab dengan nada pendek, berharap segera menutup kembali telpon karena saking sibuknya diri kita dan berdalih tak mau menjadi beban pikiran mereka.

Apakah seperti itu benar ketika bermaksud tak ingin merepotkan orangtua?

Tidakkah ingat, disaat mula kepergian kita ke perantauan  ibu selalu mempersiapkan bekal terbaik untuk kita?

Tidakkah ingat, ibumu rela pontang-panting bangun sebelum shubuh agar kamu tak melewatkan bekal yg disiapkannya, membangunkanmu agar tak terlalu siang untuk berangkat, memastikan kamu sudah sarapan dengan makanan terbaik padahal kamu tahu bahwa ibumu belum makan sama sekali, pakaian masih kusut karena bolak-balik memastikan masakan, bekal, dan persiapanmu sebaik mungkin.

Tidakkah ingat dulu, ketika ayahmu pulang kerja selalu larut? Tak kenal waktu hingga kamu pun kesal karena jarang sekali bercengkrama dengan ayah.

Padahal dibalik itu, ayah mempertaruhkan harga dirinya, mempertaruhkan tenaganya hanya agar kamu dan ibumu tetap baik-baik saja di rumah.

Bahkan setelah pulang kerja, kamu masih saja kesal karena tak menanyakan kabar kamu sedikitpun. Pulang ke rumah langsung tertidur dan tak menghiraukan kamu.

Berapa banyak beban yg ayah ibumu dapatkan?

Sudahkah kamu menawarkan diri kepada ibu dan ayah untuk sekedar memijatnya disela-sela pekerjaan mereka tanpa harus diminta?

Sudahkah kamu meringankan beban ibu ayahmu dengan membereskan sebagian tugas mereka di rumah?

Sudahkan kamu selalu memberikan senyuman terbaik ketika menyambut ayahmu pulang dari pekerjaannya?

Sadarilah
Kamu mungkin masih dapat berkumpul dengan teman²mu di tempat makan dengan menu terenak, tapi apakah di rumah ibu dan ayahmu mendapatkan makanan enak seperti itu?

Pergi kesana-kemari atas tuntutan organisasi merasa penting padahal niatnya hanya agar mendapat liburan juga. Apakah pernah kamu mengajak kedua orangtuamu sekedar melupakan sejenak beban mereka dengan membawanya pergi ke tempat terbaik?

Selalu pulang malam dilanjut tidur dengan nyenyak karena asiknya menjalani kesibukan kampus. Pernahkah berpikir, di suatu waktu kamu yg memberi selimut kepada ibu dan ayahmu agar mendapat tidur yang nyenyak sehabis kerja mereka?

Padahal, ketika mendapat masalah orangtua selalu terbuka membuka telinga selebar²nya ketika ditelpon, memperhatikan dengan seksama setiap kata yg kita lontarkan.

Membuka tabungan uangnya dengan ringan hanya untuk memenuhi kebutuhan finansial hidup kita di perantauan.

Selalu membuka hatinya padahal kita sering menyusahkan mereka dengan ocehan kita tentang masalah yg kita alami.

Maka, coba tanyakan pada diri sendiri. Apakah kita pantas bersikap seperti itu?

Apakah kita sudah merasa pantas untuk pergi merantau?

Maka, cobalah beberapa saat untuk renungi semua kebaikan yg tak terhingga dari orangtua kita. Sungguh tak sedikit pun kita dapat membayar pengorbanan mereka.

Carilah semua kesempatan untuk berbuat baik kepada orangtua. Mendo'akan dengan sungguh-sungguh, dan berjanjilah untuk selalu mengutamakan  orangtuamu sebelum kebutuhan kamu yang lain.

Orangtuamu lebih pantas mendapatkan yg terbaik yg ada pada dirimu.

"dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umumnya mencapai empat puluh tahun, dia berdo'a, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu dan telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada orangtuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhoi; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir samapai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."

QS. Al Ahqaf [46] : 15

Source : Egi Rahman Shiddiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar